Kolom Nasional

Muhammad Ridwan dan Kepulangan ke PSIS Semarang

Setidaknya ada tiga nama tersohor apabila berbicara soal nama ‘Muhammad Ridwan’. Pertama yaitu kiper Semen Padang, lalu selanjutnya adalah pemain asing asal Singapura yang pernah memperkuat Arema, Ridhuan Muhammad. Dan yang terakhir bisa jadi adalah sosok yang paling populer, Muhammad Ridwan dari Semarang.

Nama Muhammad Ridwan melejit ketika berhasil membawa PSIS Semarang menjadi runner-up Liga Indonesia 2006. Skuat tim Mahesa Jenar yang dikalahkan Persik Kediri di partai final tersebut adalah salah satu skuat legendaris selain tim mereka yang berhasil menjadi juara nasional pada tahun 1999. Ridwan bergabung bersama nama-nama tenar seperti Emmanuel De Porras, Gustavo Ortiz, Maman Abdurrahman dan Indriyanto Nugroho.

Yang paling berkesan di skuat PSIS kala itu selain betapa superiornya De Porras di depan gawang lawan, juga tentang bagaimana eksplosifnya sayap-sayap milik PSIS Semarang. Ridwan yang ada berada di sisi kanan, sementara Hari Salisbury berada di sisi kiri. Keduanya secara bergantian menyisir pertahanan lawan. Sepasang sayap yang memiliki daya ledak luar biasa.

Banyak yang mengira bahwa era tersebut adalah pertama kalinya Ridwan muncul di tim kebanggan masyarakat Semarang. Padahal keterlibatan Ridwan di tim tersebut merupakan kedua kalinya. Ia sebenarnya tergabung ke dalam tim satu tahun setelah keberhasilan Tugiyo, yang dijuluki Maradona dari Purwodadi, kala berhasil membawa PSIS menjadi juara liga.

Namun kemudian Ridwan hengkang ke Pelita Krakatau Steel lalu berlanjut ke Persegi Gianyar dengan alasan untuk menambah pengalaman agar kembali ke PSIS dalam kondisi lebih matang.

Ia kemudian harus kembali meninggalkan Semarang. Penampilan apiknya di Piala AFF dan Piala Asia 2007 menarik perhatian klub-klub lain. Ia kemudian hijrah ke Pelita Jaya. Di klub inilah bisa dibilang menjadi titik balik perubahan karier dari seorang Muhammad Ridwan. Setidaknya ada dua kejadian besar yang  kemudian memberikan pengaruh besar terhadap kariernya.

Ketika di Pelita Jaya, posisi Ridwan yang dikenal sebagai seorang wingback yang sangat terampil dalam skema 3-5-2 atau 3-4-3, kemudian dinaikkan oleh pelatih Fandi Ahmad karena sudah ada Supardi Natsir di posisi bek kanan dalam skema empat pemain belakang yang diusung oleh pelatih asal Singapura ini. Justru perubahan posisi inilah yang kemudian membuat Ridwan menjadi lebih produktif dalam urusan mencetak gol.

Dan kerjasamanya dengan Supardi begitu luar biasa. Keduanya seakan saling mengerti satu sama lain. Bergerak seirama, bergerak pada waktu yang tepat. Tidak ada istilah saling mendahului atau ketepatan waktu yang tidak sesuai. Ketika Ridwan merangsek masuk ke area tengah, Supardi sudah siap bersiap untuk melakukan dukungan dari lini kedua. Sementara ketika Supardi melakukan overlap, Ridwan sudah bersiap untuk melakukan cover. Keduanya merupakan pasangan kohesi tinggi di sisi sayap yang jarang ada terutama di kancah sepak bola Indonesia

Pasangan serasi ini kemudian bahu-membahu untuk menaklukkan puncak tertinggi sepak bola Indonesia. Mereka tidak terpisahkan dan selalu pergi bersama-sama ke tempat yang sama. Setelah Pelita Jaya mereka kemudian mendarat di Sriwijaya FC, kemudian berlanjut ke Persib Bandung. Dan kemudian mereka kembali lagi ke Sriwijaya FC.

Kemanapun mereka pergi, duet Ridwan-Supardi selalu diiringi sanjungan karena penampilan luar biasa yang selalu mereka tunjukan. Dan tentunya soal gelar juara. Rasa penasaran Ridwan hilang ketika ia bersama Supardi dan tim Sriwijaya FC berhasil meraih gelar juara pada tahun 2013. Hal serupa kemudian mereka lakukan kembali ketika sukses memupus gelar juara Persib Bandung yang sudah terjadi hampir dua dekade.

Pada tahun 2016 lalu mereka memutuskan untuk kembali ke Sriwijaya, tim di mana mereka berdua pertama kali merasakan gelar juara nasional. Keduanya sudah semakin menua, mereka jauh lebih matang ketimbang ketika pertama kali bermain bersama di Sriwijaya. Setelah bersama-sama selama lebih satu windu, pasangan ini kemudian kembali terpisah.

Supardi yang masih ingin membuktikan diri kemudian berlabuh ke Persib Bandung. Sementara Ridwan setelah simpang siur kabar yang terjadi, akhirnya ia memutuskan pulang ke Semarang. Ia kembali ke PSIS yang sudah membesarkan namanya. Perbedaanya adalah, dulu ia kembali sebagai pemain muda yang siap membuktikan diri, kini ia pulang ke Semarang sebagai legenda.

Sugeng rawuh, Muhammad Ridwan!

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia