Kolom Nasional

Bagaimana Jika Kompetisi U-21 Kita Mengikuti Format Liga Spanyol?

Salah satu pokok bahasan terpanas seminggu terakhir adalah dihapusnya Liga Indonesia untuk kelompok usia di bawah 21 tahun (U-21) oleh PSSI. Banyak yang kecewa akan keputusan tersebut, tapi tak sedikit juga yang mendukung.

Mungkin setelah mengambil Luis Milla yang merupakan pelatih Spanyol, PSSI terinspirasi untuk mengadaptasi sistem liga di Spanyol?

Mari kita tengok sedikit bagaimana kompetisi bagi kelompok usia di bawah 21 tahun milik Spanyol. Di liga negeri matador ini, sebenarnya pemain-pemain berusia 20 dan 21 tahun memang sudah dianggap cukup dewasa untuk bersaing di level senior.

Setelah lepas dari kompetisi Juvenil, atau U-19, pemain berusia 19 tahun ke atas bahkan dianggap sudah senior. Meski demikian, biasanya klub-klub peserta liga akan menampung pemain-pemain muda berusia 19 hingga 22 tahun di tim cadangan (reserve) mereka.

Usia 19 hingga 22 tahun memang terbilang usia tanggung di Spanyol. Memang banyak nama yang sudah bersinar sejak usia mereka bahkan belum 21 tahun, antara lain Isco ketika memperkuat tim senior Malaga serta Koke dan Saul Niguez di Atletico Madrid. Namun, pada umumnya, pemain-pemain berusia di atas 19 tahun akan didaftarkan dulu di tim reserve untuk menimba pengalaman.

Beberapa tim reserve klub-klub terkenal antara lain memakai huruf ‘B’ di belakang nama klub, antara lain ‘Barcelona B’ dan ‘Atletico Madrid B’. Ada juga yang memakai nama ‘Atletico’ seperti ‘Sevilla Atletico’. Namun, tak jarang nama tim reserve berbeda separuhnya atau bahkan berbeda sama sekali, seperti pada ‘Real Madrid Castilla’, ‘Valencia Mestalla’ dan ‘Atletico Malagueno’, tim reserve Malaga.

Menariknya, tim reserve di Spanyol berbeda sama sekali dengan Inggris yang memiliki liga reserve sendiri. Spanyol lebih mirip Jerman, di mana tim reserve berkompetisi di level yang sama dengan tim seniornya. Jangan ditanya mengapa aturannya begini, karena memang sejak berdirinya Liga Spanyol, mereka sudah menganut aturan demikian.

Pada musim 2014/2015 lalu, mungkin terlihat menggelikan ketika Juan Valeron (Las Palmas) yang berusia 40 tahun harus berjibaku di lapangan melawan Wilfried Kaptoum (Barcelona B) yang masih berusia 19 tahun.  Namun, begitulah cara Kaptoum dan para kompatriotnya yang masih belia diberi pertandingan kompetitif oleh Barcelona B. Andres Iniesta, Pedro Rodriguez, Alvaro Morata, dan lain-lain, semuanya pernah mengalami kerasnya kompetisi senior di usia yang mungkin masih tergolong remaja.

Meski demikian, Spanyol membatasi dua tim dari klub yang sama berlaga di divisi yang sama. Makanya ketika Barcelona B finis di posisi 3 klasemen akhir kompetisi kasta kedua pada tahun 2011 lalu, mereka tidak berhak mengikuti play-off promosi ke kasta utama, karena tim utama Barcelona masih berlaga di sana. Begitu pula ketika tim utama Villarreal terdegradasi ke kasta kedua pada akhir musim 2012 lalu, Villarreal B harus rela turun otomatis ke kasta ketiga.

Tim reserve juga tidak berhak bermain di turnamen domestik, dalam hal ini Copa del Rey. Aturan ini dibuat setelah adanya sedikit komplikasi pada musim 1979/1980. Pada akhir musim tersebut, Real Madrid Castilla berhasil masuk ke final Copa del Rey, yang membuat mereka berhak tampil di ajang kompetisi Eopa, yang kala itu bernama European Cup Winner’s Cup (Piala Winner). Namun, akibat perbedaan kualitas, mereka gagal melewati kualifikasi pertama di Piala Winner musim berikutnya. Sejak saat itu, tim reserve tak diperbolehkan berlaga di Copa del Rey.

Mari kita berandai-andai, jika Indonesia mengikuti sistem tim reserve di Spanyol ini, apa kemungkinan terburuk yang bisa terjadi?

Salah satu keluhan yang sejak dulu diutarakan di Spanyol berkaitan dengan sistem ini adalah jumlah penonton. Bilbao Athletic bermarkas di stadion yang sama dengan tim seniornya, Athletic Bilbao, yaitu stadion San Mames, yang berkapasitas 53 ribu penonton. Namun, hampir setiap pertandingan Bilbao Athletic hanya  dihadiri 100 hingga 150 penonton saja. Kekurangan penonton juga selalu menjadi masalah yang bagi tim-tim reserve lain yang berlaga di kasta bawah.

Ini tentunya timpang dengan klub-klub berbasis suporter besar seperti Real Oviedo atau Real Zaragoza, yang setiap pertandingan kandang dihadiri minimal 20 ribu penonton. Anda sendiri jika tinggal di Barcelona, Anda akan memilih untuk menonton Barcelona senior daripada Barcelona B, bukan?

Selain masalah kurangnya jumlah penonton, potensi masalah juga bisa muncul jika tim reserve malah mengandalkan pemain yang terbilang senior demi menambah kekuatan. Alih-alih mempercepat regenerasi pemain, regenerasi malah jadi terhambat.

Contohnya ketika Barcelona B asuhan Luis Enrique finis di posisi 3 kasta kedua pada musim 2010/2011, Barca B malah mengandalkan duet Nolito dan Jonathan Soriano di lini depan. Padahal, kedua nama tersebut pada saat itu sudah berusia 24 dan 25 tahun.

Maka dari itu, karena berkhayal itu gratis, sekarang mari kita membayangkan dunia alternatif di mana tim cadangan Sriwijaya atau Persija B berkompetisi di Liga 2 menghadapi Persebaya dan PSS Sleman. Kira-kira akan seperti apa jadinya?

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.