Nasional Bola

Transparansi dan Peringatan BOPI untuk PSSI

Pada Jumat, 31 Maret 2017, tersiar sebuah surat ‘peringatan’ bagi PSSI dan segenap tim yang berlaga di Go-Jek Traveloka Liga 1 musim ini. Surat tersebut diedarkan oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Surat tersebut dapat Anda baca di pranala http://www.kemenpora.go.id/index/preview/konferensi/256.

Surat bernomor 3.31.8/SET/III/2017 tersebut dilayangkan BOPI kepada ketua umum PSSI, Edy Rahmayadi. BOPI menyatakan bahwa sebelum kompetisi Liga 1 tersebut diadakan, maka Pengurus PSSI dan khususnya Manajemen PT Liga Indonesia Baru sudah seharusnya sejak awal (jauh-jauh hari) melakukan koordinasi dan menyampaikan permohonan verifikasi kepada BOPI karena mereka merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menerbitkan rekomendasi penyelenggaraan kegiatan keolahragaan profesional (khususnya untuk melakukan verifikasi).

Mengapa transparansi keuangan menjadi penting? Sebabnya jelas, sepak bola telah menjadi industri yang melibatkan berbagai kepentingan. Transparansi dibutuhkan agar klub-klub yang ada bukan bersumber dari sumber-sumber haram yang niscaya melanggar hukum dan etika yang berlaku.

Dengan statusnya sebagai kompetisi profesional, maka transparansi sudah barang tentu menjadi kewajiban bagi klub-klub yang ada. Selain itu, transparansi akan membuat suatu klub memiliki daya tawar tinggi kepada para calon sponsor. Suatu perusahaan bertaraf multinasional tentu akan enggan untuk menginvestasikan dana jika laporan klub begitu buram.

Pihak pengelola tentu akan berkilah bahwa tanpa transparansi selama ini, nyatanya perusahaan-perusahaan masih berminat untuk membanjiri klub dengan investasi. Yang jadi pertanyaan, apakah nilai investasi tersebut telah maksimal? Saat membicarakan perkara ini, mata kita jangan melulu bertuju pada klub seperti Persib dan klub setingkat Persib, pikirkan juga klub-klub lain yang tertatih-tatih mencari sumber dana untuk membiayai keberlangsungan klub.

Dengan transparansi, tentu audit keuangan perlu juga dilakukan. Jika hal ini dipatuhi segenap pihak, maka bisa dipastikan kita tidak perlu membaca hal-hal kurang mengenakkan seperti penunggakan gaji pemain.

Keterbukaan soal keuangan juga menjadi iktikad baik suatu pihak untuk meyakinkan publik bahwa sepak bola yang mereka jalankan sedang dikelola dengan profesional. Di Arsenal, sekadar menyebut contoh, terdapat agenda bernama Annual General Meeting (AGM). Di agenda tahunan tersebut, pihak manajemen (direksi dan pelatih), mengurai apa saja keberhasilan dan proyeksi mereka di aspek finansial dan sepak bola.

Mengapa transparansi dalam dunia olahraga profesional menjadi penting? Karena pasar, atau market, bekerja dengan baik bila disertai dengan keterbukaan informasi. Jika Anda hendak berinvestasi dalam bentuk deposito, misalnya, tentu Anda ingin tahu berapa bunga yang bisa Anda raih per tahun. Selain itu, Anda tentu juga memperhatikan reputasi bank yang bersangkutan. Anda lalu menghubungi konsultan keuangan agar langkah yang Anda tempuh tidak menjadi masalah di kemudian hari.

Hal yang sama akan berlaku pula di industri sepak bola, tentu dalam skala investasi yang lebih tinggi. Aspek-aspek seperti legal-formal dan proyeksi bisnis tentu menjadi pertimbangan utama. Saat kita mengetahui penghasilan klub A tahun ini di angka 100 miliar rupiah, misalnya, maka jika klub A berniat menghamburkan 40 miliar di bursa transfer menjadi hal yang patut digugat. Sisa dana sebesar 60 miliar tidak akan cukup untuk melangsungkan roda klub di satu musim kompetisi.

Jika klub dijalankan dengan penuh rahasia, jangan-jangan dana yang mereka gunakan merupakan hasil pinjaman atau utang? Ini yang tentu harus kita waspadai. Transparansi juga dibutuhkan karena para oligarki pemilik klub rentan memanfaatkan pesona sepak bola demi kepentingan mereka sendiri, misalnya pencucian uang (money laundering) atau penggelapan pajak.

Jadi, mau sampai kapan kita mengidamkan transparansi finansial di Liga Indonesia?

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com