Kolom Dunia

Mengenang Kembali The Phenomenon

Ronaldo Luis Nazario de Lima adalah legenda besar di zaman sepak bola modern. Ia terkenal sukses di beberapa klub terkemuka Eropa, antara lain PSV Eindhoven, Barcelona, Inter Milan, Real Madrid hingga AC Milan.

Menjadi salah satu anggota skuat Cruzeiro kala menjuarai Copa do Brazil, Ronaldo muda sukses menjadi aktor kunci. Meski penampilannya tergolong singkat, hanya 14 pertandingan, Ronaldo berhasil menarik perhatian masyarakat dengan mencetak 12 gol. Pelatih Carlos Alberto Parreira pun lantas memilihnya sebagai satu dari 22 pemain yang memperkuat tim nasional Brasil di Piala Dunia 1994. Tim Samba kemudian memenangi Piala Dunia keempat sepanjang sejarah, tapi Ronaldo muda tidak bermain di satu pertandingan pun.

Tapi, itu sudah cukup untuk memuluskan jalannya ke benua Eropa. Pelatih bertangan dingin asal Inggris, Bobby Robson, memboyongnya ke PSV Eindhoven di Liga Belanda. Di musim pertamanya, ia mencetak 30 gol dan menjadi pencetak gol terbanyak Eredivise. Sayang, di musim kedua, cedera mengganggu penampilannya, meski tetap impresif dengan mencetak 12 gol dari 13 penampilan.

Kepindahan Bobby Robson ke Liga Spanyol untuk menangani Barcelona juga menyebabkan hijrahnya Ronaldo ke klub Liga Spanyol tersebut. Di usianya yang masih 20 tahun, Ronaldo sedang dalam penampilan prima. Gelar Piala Winners Eropa, Piala Raja Spanyol dan Piala Super Spanyol dipersembahkannya untuk klub barunya ini. Meski gelar juara Liga Spanyol lepas dari pengejaran, ia pribadi mencetak 34 gol dari 37 pertandingan di Liga Spanyol dan secara keseluruhan mencetak 47 gol di semua penampilannya bersama Barcelona.

Media Spanyol memuji habis penampilannya yang dianggap sebagai titisan Pele. Sebagian besar dari 47 golnya dicetak dengan cara fantastis, yaitu dribel cepat dengan langkah lari pendek-pendek untuk melewati lebih dari satu orang pemain lawan. Salah satu gol fenomenalnya adalah ketika Barcelona mengalahkan Compostela di lanjutan Liga Spanyol musim 1996/1997.

Ketika mendapat bola dari daerah pertahanan sendiri, ia berlari kencang dan melewati tiga pemain lawan, termasuk menghindari tekel keras yang bisa saja mematahkan kakinya. Dengan cepat, ia sampai di kotak penalti lawan dan menyarangkan bola dengan penyelesaian akhir yang sempurna. Setelah terjadinya gol fenomenal itu, Bobby Robson sendiri seolah tidak percaya dan mengatakan, “Bayangkan bagaimana rasanya jika Anda meminta kepada Tuhan untuk diberikan seorang pemain terbaik dunia, dan Ia menjawab doa Anda.”

Prestasi demi prestasi itu membuatnya menjadi pemain terbaik dunia versi FIFA di tahun 1996. Dengan menyabet gelar tersebut pada usia 20 tahun, Ronaldo sampai sekarang merupaan pemain termuda yang pernah diberi gelar pemain terbaik dunia. Namun, di tahun 1997, terdapat beberapa masalah dalam perpanjangan kontraknya untuk Barcelona. Internazionale Milan memanfaatkan situasi ini dengan memboyongnya ke Liga Italia.

Musim pertamanya di Italia berlangsung mulus. Tidak hanya menjadi ujung tombak untuk memburu gol, kali ini Ronaldo juga sudah sering memberi asis bagi rekan-rekan setimnya untuk mencetak gol. Selain itu, ia juga menjadi piawai dalam mencetak gol melalui tendangan bebas. Inter berhasil menjuarai Piala UEFA 1998, dan Ronaldo terpilih menjadi pemain terbaik dunia untuk kedua kalinya. Di tahun itu pula, ia berangkat ke Piala Dunia 1998, dan kali ini untuk memimpin tim bertabur bintang, bukan menjadi sekadar anak bawang.

Tim nasional Brasil yang berlaga di Piala Dunia Prancis itu memenuhi harapan penggemarnya. Dengan harapan besar berada di pundak Ronaldo, tim Samba berhasil masuk ke pertandingan final untuk berhadapan dengan tuan rumah Prancis. Ia juga berhasil mencetak empat gol.

Namun, ketika pertandingan final belangsung, entah mengapa magis Ronaldo hilang. Brasil pun menjadi bulan-bulanan Prancis yang saat itu tampil gemilang bersama pemain jenius Zinedine Zidane. Prancis akhirnya menyabet gelar juara dunia pertama mereka sepanjang sejarah dan Brasil gagal memenuhi ambisi meraih gelar kelima.

Pasca-pertandingan tersebut, menyebarlah berbagai spekulasi tentang apa yang menghambat penampilan Ronaldo di final. Kabarnya, semalam sebelum pertandingan ia terkena gangguan syaraf, sehingga namanya sempat tidak dimasukkan ke dalam daftar pemain yang akan turun di pertandingan final. Namun, ia sendiri berharap dimainkan sehingga pelatih Mario Zagallo pun menurunkannya. Hasilnya ternyata berujung bencana.

Entah ada hubungannya atau tidak, sejak saat itu Ronaldo jadi rentan terkena cedera. Di bulan November 1999, ia terkena cedera tendon yang membuatnya harus dioperasi dan beristirahat lama. Di final Coppa Italia 2000 melawan Lazio, ia sempat bermain selama tujuh menit sebelum terkena cedera untuk kedua kalinya. Cedera ini membuatnya harus beristirahat panjang, dan melewatkan hampir dua musim kompetisi tidak bermain.

Tekad kuatnya untuk tampil kembali di Piala Dunia membuatnya rela menjalani rehabilitasi selama berbulan-bulan untuk mengatasi trauma cederanya. Hasilnya, sang fenomena kembali berlaga di Piala Dunia 2002 yang dilangsungkan di Korea Selatan dan Jepang. Saat itu, timnas Brasil berada dalam status kurang diunggulkan akibat hasil-hasil kurang meyakinkan di babak kualifikasi.

Namun, ternyata Ronaldo kembali dengan penampilan lebih mantap dari sebelumnya. Faktor lain adalah adanya kolega-kolega di lini depan yang menunjang penampilannya, yaitu Rivaldo dan Ronaldo Assis de Moreira alias Ronaldinho. Kombinasi ketiganya di lini depan sangat mematikan, dan orang-orang menjuluki mereka 3R (Ronaldo-Rivaldo-Ronaldinho).

Brasil tampil sempurna dan menembus final setelah melewati enam kemenangan berturut-turut. Di final, mereka berhadapan dengan tim tangguh Jerman, yang sedang mengincar juara Piala Dunia untuk keempat kalinya. Namun, dua gol Ronaldo di pertandingan final menjadi pembeda, dan menobatkan Brasil menjadi juara Piala Dunia untuk kelima kalinya. Delapan gol yang dicetaknya membuat Ronaldo menjadi pencetak gol terbanyak. Di akhir tahun 2002, ia kembali terpilih menjadi pemain terbaik dunia.

Seolah terlahir kembali, Ronaldo diboyong kembali ke Spanyol, kali ini oleh Real Madrid. Kedatangannya disambut antusias oleh para suporter, yang menciptakan rekor penjualan jersey atas namanya. Meski kembali harus istirahat selama setengah musim, ia turut memberi andil ketika Real Madrid menjuarai Liga Spanyol di tahun 2003.

Di musim keduanya, Ronaldo tampil beringas dengan mencetak 24 gol sehingga membuatnya menjadi pencetak gol terbanyak. Meski demikian, Real Madrid gagal menjuarai Liga Spanyol karena kalah bersaing dari Valencia.

Kedatangan seorang penyerang handal dari Belanda, Ruud Van Nistelrooy, di tahun 2006, membuat Ronaldo tidak lagi menjadi pilihan satu-satunya di lini depan Real Madrid. Maka, di pertengahan musim 2006/2007, ia memutuskan untuk pindah kembali ke Liga Italia, kali ini untuk bergabung dengan AC Milan. Sayangnya, meski Milan keluar sebagai juara Liga Champions saat itu, Ronaldo tidak bisa tampil karena masih terdaftar sebagai pemain Real Madrid. Sampai akhir kariernya, gelar Liga Champions Eropa tidak pernah dimenangi oleh sang fenomena.

Dua tahun di Milan sebenarnya tidak buruk bagi Ronaldo. Para penggemar AC Milan juga menikmati kombinasinya dengan dua orang bintang Brasil lain, yaitu Kaka dan Pato, yang kemudian terkenal dengan sebutan Ka-Pa-Ro. Sayangnya, Ronaldo kembali terkena cedera parah di tahun 2009, sehingga kontraknya tidak lagi dilanjutkan oleh AC Milan. Merasa karirnya di Eropa sudah selesai, ia pun kembali ke kampung halamannya.

Ronaldo bergabung dengan Corinthians di Liga Brasil, dan kembali menikmati kebangkitan keduanya pasca-cedera panjang. Meski usianya sudah memasuki kepala tiga, ia masih bisa mencetak 10 gol dari 14 penampilan dan membantu Corinthians menjuarai Campeonato Paulista. Di tahun yang sama, yaitu 2009, Corinthians juga menjuarai Copa do Brasil dengan Ronaldo sebagai inspirator utama.

Ronaldo akhirnya memutuskan untuk pensiun total dari sepak bola di tahun 2011 dengan Corinthians sebagai persinggahan terakhirnya. Selain berbagai koleksi gelar individual dan di level klub, prestasinya menjuarai dua Piala Dunia dan dua Copa America (Piala Amerika Latin) menempatkannya di jajaran terhormat para seniman sepak bola Brasil lainnya.

Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.