Kolom Eropa

Benarkah Suporter Arsenal Kurang Bersyukur?

Arsenal dengan sukses merosot ke peringkat ke-6, Liga Primer Inggris. Di laga melawan West Bromwich Albion yang dibesut Toni Pulis, tim gudang peluru takluk dengan skor 3-1.

Hal ini tentu mengakumulasi modal bagi penggemar Arsenal untuk semakin lantang menuntut Arsene Wenger untuk mundur. Kontrak pelatih yang pernah berkarier di Liga Jepang itu memang berakhir musim ini.

Kekalahan ini membuat tahun 2017 semakin kelabu bagi klub yang berdomisili di Islington ini. Selain luluh lantak dilumat Bayern Munchen dengan agregat 10-2, sejak Februari, Arsenal hanya mampu meraup tiga kemenangan dari sembilan laga yang mereka lakoni. Kemenangan itu pun hanya mampu dibukukan saat melawan Hull City, Sutton United dan Lincoln City.

Tak pelak, tuntutan mundur kembali menggema. Sejak leg kedua kontra Munchen kita telah menyaksikan Gooner merapatkan barisan untuk melakukan aksi demonstrasi di sekitar stadion Emirates. Tak hanya itu, banyak juga pendukung yang membentangkan banner protes di dalam stadion.

Wenger memang seperti sudah tak memiliki alasan apa pun untuk dijadikan pembelaan. Bila sebelumnya ia sering mengeluh tentang financial dopping yang terjadi di Chelsea serta Manchester City, Arsenal kini justru sedang mengalami kesuksesan finansial. Hal itu membuat mereka mampu merekrut pemain-pemain berbanderol mahal di empat musim terakhir.

Di tengah situasi gawat seperti ini, komentar bernada kurang simpatik justru digulirkan Boro Primorac, salah satu kroni terdekat Wenger. Kepada media Kroasia, Jutarnji List (16/3), Primorac berkata:

“Wenger tidak sedang mempertimbangkan untuk pergi dari Arsenal. Tentu merupakan pukulan, kalah dua kali dengan skor 5-1 di Munchen dan di (stadion) Emirates, meski pun lawannya Bayern.

“Kami bisa memahami bahwa para penggemar tidak senang (dengan kekalahan tersebut), kami pun demikian. Tetapi sebagai kritikus, tidak ada pihak yang paling tidak bersyukur di dunia sepak bola selain penggemar dan para eks pemain.

“Kesuksesan Arsenal dalam 20 tahun terakhir terjadi berkat Wenger. Ini bukan hanya tentang hasil pertandingan, tetapi aspek bisnis juga penting.”

Setidaknya ada dua poin dari komentar ini yang menjadi indikasi gawat bagi Arsenal.

Pertama, ucapan Primorac seperti mengamini desas-desus yang menyebut bahwa manajemen Arsenal telah menyiapkan kontrak berdurasi satu tahun bagi Wenger.

Kedua, dan ini yang paling penting, sudut pandang Primorac telah terjangkit sudut pandang Wenger dan pihak manajemen: mengedepankan aspek bisnis. Kiprah klub di aspek bisnis memang penting, tetapi untuk menyebutnya di tengah kondisi kritis adalah sesuatu yang kurang mengenakkan. Apa lagi untuk para pendukung Arsenal seperti Isidorus Rio itu.

Anda penggemar Arsenal tetapi merasa asing dengan namanya? Wajar. Primorac memang dikenal sebagai sosok pendiam. Padahal Primorac telah mendampingi Wenger sejak sang bos menukangi Arsenal di tahun 1996.

Pria berkepala plontos ini merupakan staf pelatih yang bertugas mengawal para pemain saat menjalani latihan. Bekas bek tim nasional Yugoslavia ini mengawali perkenalan dengan Wenger di awal 1980-an saat ia menjadi pemain Cannes, dan Wenger menjabat sebagai asisten pelatih.

Selepas pensiun, ia dipercaya untuk menukangi tim Valenciannes, di saat Wenger telah menjadi pelatih AS Monaco. Nama Primorac sempat mencuat setelah ia memberi kesaksian yang memberatkan seorang suggar daddy, Bernard Tapie, yang terbukti menjalankan sepak bola seperti mafia. Kasus Tapie bersama Marseille akhirnya menjadi skandal terbesar sepak bola Prancis.

Tindakan berani Primorac itu, menurut Chris Wheatley di Goal (15/3), menarik hati Wenger sehingga menawarkan jabatan sebagai asisten saat Wenger mengarsiteki tim J.League, Nagoya Grampus. Saking dekatnya, keduanya bahkan berbagi apartemen yang sama di Jepang.

Tentakel pengaruh Wenger memang telah menjalar sedemikian jauh. Seperti yang telah dinyatakan Primorac, Wenger juga memperhatikan aspek-aspek bisnis di kubu Arsenal.

Komentar Primorac seperti dilansir di artikel ini juga semakin menegaskan betapa absolutnya pengaruh Le Professeur di Arsenal. Saya pun terkenang kata-kata masyhur yang diucap Lord Acton, politisi Inggris abad ke-19:

“Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely.”

Kekuasaan cenderung korupsi. Kekuasaan yang absolut sudah pasti korup.

Author: Fajar Martha
Esais dan narablog Arsenal FC di indocannon.wordpress.com