Kolom Dunia

Melbourne City F.C. yang Dibenci

Dalam dunia olahraga, sejarah dan tradisi adalah sesuatu yang punya nilai sakral. Karena dari dua hal ini pula, kita bisa menengok tentang perjalanan sebuah entitas tertentu. Mulai dari awal pembentukan, pemilihan nama sampai prestasi dan aib yang pernah ditorehkan.

Karena menepikan hal-hal itu juga, kesebelasan yang kini berlaga di kasta teratas sepak bola Australia (A-League), Melbourne City F.C. (MCFC), begitu dibenci oleh banyak kalangan.

Kemunculan MCFC di A-League sendiri terjadi lewat proses akuisisi yang dilakukan oleh konsorsium olahraga asal Uni Emirat Arab, City Football Group, pada tahun 2014 yang lalu. Ketika itu, perusahaan raksasa yang didirikan oleh Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan dan Khaldoon Al Mubarak ini membeli klub Melbourne Heart F.C. Uang senilai 12 juta dolar AS menjadi mahar yang harus dibayarkan City Football Group untuk mengakuisisi Melbourne Heart.

Gelagat bahwa City Football Group akan mengubah banyak hal mulai tampak dari “merek dagang” yang mereka daftarkan ke badan administrasi Australia. Bukannya tetap menggunakan nama Melbourne Heart, nama yang didaftarkan bahkan sebelum proses akuisisi rampung pun sudah ada yakni Melbourne City F.C.

Setelah Inggris melalui Manchester City F.C. dan Amerika Serikat via New York City F.C., kerajaan sepak bola “City” muncul pula di Australia. Usai menjadi pemilik baru dan mengganti nama, langkah City Football Group dalam melakukan rebranding sungguh tak main-main. Logo dan kostum utama klub pun ikut diganti agar lebih sesuai dengan ciri khas anyar yang mereka usung.

Sebelumnya, Melbourne Heart begitu identik dengan lambang dan kostum klub yang didominasi warna putih dan merah. Tapi kedatangan City Football Group membuat mereka harus menanggalkan warna tersebut dan menggantikannya dengan biru muda dan putih. Lagi-lagi, pemilihan warna ini seolah menyesuaikan dengan  klub-klub sepak bola yang dimiliki City Football Group.

Akan tetapi, bukannya pujian yang didapat manajemen MCFC namun justru caci maki. Mereka, yang awalnya memang pendukung Melbourne Heart, merasa keberatan jika logo dan warna kebesaran tim diganti begitu saja.

Penyebabnya tak lain tak bukan adalah nilai historis dan tradisi yang telah melekat pada warna tersebut sehingga dianggap sebagai perlambang Melbourne Heart. Namun, City Football Group tetap bersikukuh jika warna utama MCFC yang baru adalah biru muda dan putih.

Lantaran kesal terhadap langkah yang diambil City Football Group, pihak suporter pun kecewa berat. Pemandangan bangku kosong di stadion AAMI Park seolah jadi sesuatu yang lazim terjadi. Kita juga tak perlu terkejut bila di setiap partai kandang yang dijalani MCFC hingga kini, syal atau bendera merah dan putih kerap muncul karena dikibarkan oleh para suporter.

Pihak MCFC lantas mencari solusi atas protes suporter ini dan langkah yang dipilih adalah penggunaan warna merah dan putih sebagai warna utama kostum tandang mereka sejak musim 2014/2015.

Warna biru muda dan putih yang dipilih City Football Group sendiri sempat mendapat protes keras dari kubu Sydney F.C. (SFC), karena warna tersebut telah identik dengan mereka selama bertahun-tahun. Mengacu pada hal tersebut pula, kesebelasan yang pernah diperkuat oleh legenda Juventus, Alessandro Del Piero, ini pun mempunyai julukan The Sky Blues. Kubu SFC sendiri telah melayangkan protes kepada pihak FFA tentang persoalan ini.

“Warna biru muda lebih dari sekadar warna bagi SFC, warna ini merupakan identitas kami. Biru muda merepresentasikan klub kami, kota kami dan warna tradisional New South Wales (negara bagian di mana SFC bermarkas). Kami merasa perlu melakukan protes ini sebab tak masuk akal bila dua dari sepuluh tim yang mentas di A-League memiliki warna utama yang sama”, papar Scott Barlow, chairman Sydney F.C seperti dikutip dari smh.com.au.

FFA sendiri pada akhirnya tetap menyetujui warna yang dipilih dan diajukan oleh MCFC sebagai ciri khas mereka yang baru. Guna menghindari kesamaan dengan SFC, pihak FFA lantas meminta MCFC untuk memberi porsi lebih banyak untuk warna putih. Hal ini dapat kita lihat dari jersey utama MCFC yang lebih didominasi warna putih dengan sedikit sentuhan warna biru muda.

Masalah demi masalah itu, baik dengan fans maupun kesebelasan lain, membuat okupansi stadion AAMI Park mengalami penurunan. MCFC pun memutar otak. Salah satu cara yang ditempuh adalah merekrut pemain bintang agar suporter kembali tertarik untuk datang ke stadion.

Beberapa nama pemain bintang yang pernah merumput bersama MCFC adalah Damien Duff dan David Villa. Di musim 2016/2017 ini sendiri, MCFC mempunyai Thomas Sorensen dan Tim Cahill di dalam skuat mereka. Dua sosok ini telah lama malang melintang di liga paling populer sedunia, Liga Primer Inggris. Terlebih Cahill, adalah national hero di sepak bola Australia.

Akan tetapi, cara-cara macam ini pada akhirnya juga mendapat resistensi dari peserta A-League yang lain. Pasalnya, kondisi keuangan para rival di A-League tak sebaik klub yang sekarang dinakhodai oleh Michael Valkanis tersebut.

MCFC memunculkan kecemburuan sosial di kalangan peserta maupun suporter tim-tim yang berlaga di A-League meski pihak FFA memang mempunyai regulasi tersendiri mengenai kontrak pemain bintang yang bisa berlaga di A-League yang disebut dengan marquee player.

Cara-cara perekrutan pemain yang dilakukan MCFC sendiri juga menuai banyak protes dari suporter dan kubu tim lain. Contohnya, saat transfer melibatkan nama Luke Brattan dan Anthony Caceres. Kedua pemain ini dicomot dari Manchester City, sister club MCFC di Inggris.

Tanpa sekalipun mencicipi kompetisi di Inggris, dua pemain tersebut kemudian dikirimkan ke MCFC dengan status pinjaman. Banyak kalangan yang menganggap cara ini dilakukan City Football Group sebagai upaya untuk mengakali sejumlah aturan yang diterapkan oleh FFA di A-League. Wajar memang jika pencinta sepak bola di Australia meradang.

Lebih jauh, usaha MCFC meraih titel di negeri kanguru pun mulai menampakkan hasil. Di ajang Piala FFA 2016 kemarin, Cahill dan kawan-kawan sukses merengkuh gelar juara usai menaklukkan Sydney F.C. dengan skor tipis 1-0. Pihak yang bahagia atas pencapaian ini barangkali hanya pemain, ofisial, petinggi dan suporter MCFC. Karena pihak-pihak lain justru semakin benci terhadap MCFC atas keberhasilan itu.

Selayaknya Red Bull Leipzig di Jerman maupun saudara tuanya, Manchester City di Inggris, Melbourne City F.C. pun berubah menjadi musuh bersama di Australia.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional