Nasional Bola

Timo Scheunemann, Tentang Melatih Kembali dan Rencana Besar di Persiba Balikpapan

Kebanyakan sering salah mengeja namanya. Orang sering mengeja nama belakangnya sebagai Shu-ne-mann padahal ejaan yang benar adalah Shoi-ne-mann. Meskipun memiliki darah dan nama yang sangat Jerman, bisa dibilang Timo Scheunemann lebih Indonesia bahkan bila dibandingkan dengan kebanyakan orang Indonesia.

Ia lahir di Kediri, Jawa Timur dan menghabiskan masa kecilnya di sana. Keluarga Scheunemann sendiri sudah lama tinggal di Indonesia. Sang kakek, Scheunemann, bahkan sudah terlebih dahulu ditawarkan perpindahan kewarganegaraan oleh Presiden Soekarno, yang kemudian ia tolak dengan halus.

Nama Timo Scheunemann melambung ketika menangani Persema Malang. Sudah sekitar lima sampai enam tahun dirinya vakum melatih sebuah tim. Kini di Liga 1 musim 2017, coach Timo, begitu ia biasa disapa, kembali ke kompetisi level tertinggi sepak bola Indonesia dengan melatih tim asal Kalimantan Timur, Persiba Balikpapan.

Ditemui di sela-sela kesibukannya menangani anak asuhnya di pagelaran Piala Presiden 2017, coach Timo menyempatkan waktu menemui Football Tribe Indonesia untuk berbincang seputar keputusannya kembali melatih klub Indonesia, juga tentang sepak bola pada umumnya.

“Sejujurnya saya tegang. Rasanya sudah lama sekali saya tidak mendampingi tim berlaga di depan banyak sekali penonton. Saya sangat bersyukur hasil pertandingan berakhir dengan baik,” ujar coach Timo mengawali pembicaraan siang itu.

“Selama vakum melatih klub, sebenarnya kesibukan saya juga tidak jauh-jauh dari melatih. Saya melatih banyak pemain usia muda, melatih pelatih, baik di futsal maupun sepak bola. Dan kesibukan-kesibukan lainnya. Tetapi memang tidak ada yang mengalahkan sensasi ketika melatih klub.”

Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa setelah lama ‘menghilang’, kini ia memutuskan untuk turun gunung. Pelatih yang sempat menangani timnas sepak bola perempuan Indonesia di SEA Games 2009 di Laos ini menyebutkan bahwa kini keadaan sepak bola Indonesia sudah lebih baik, dan sedang berada dalam arah yang benar.

“Saya bukan tipe orang yang asal dalam mengambil pekerjaan. Saat ini sudah tidak ada permasalahan dualisme federasi. Dan saya bukan tipe orang yang nyaman untuk berada di tengah-tengah. Karena itu saya menunggu kisruhnya mereda dan kondisi yang lebih stabil.”

Lebih lanjut lagi coach Timo juga menceritakan alasan mengapa ia kemudian memilih Persiba ketimbang tim lain. Padahal, kabarnya ia sempat mendapatkan tawaran dari klub-klub lain. Semuanya ditolak dan hanya pinangan dari klub berjuluk Beruang Madu tersebut yang ia terima.

“Sebenarnya saya mendapatkan dua sampai tiga tawaran lain selain Persiba. Tapi setelah memikirkan dengan matang, akhirnya saya memilih Persiba. Alasannya, saya memiliki ikatan emosional tersendiri dengan Persiba.”

Seperti yang diketahui bahwa coach Timo sebenarnya sempat memperkuat Persiba pada tahun 1997. Meskipun hanya satu tahun, ia merasakan kesan kuat dari kesebelasan yang berdiri pada tahun 1950 tersebut.

“Lalu ternyata banyak sekali visi yang sama antara saya dengan manajemen. Saya ini tipe orang yang sangat perfeksionis. Bahkan dalam kadar tertentu saya akan menekan diri saya. Karena itu, saya lebih suka kepada manajemen yang memberikan kepercayaan penuh kepada saya dan tidak terlalu banyak intervensi. Sehingga tekanan juga masih bisa diantisipasi. Kalau saya bergabung dengan tim yang terlalu banyak tekanan, tentu tidak baik untuk kesehatan saya hahahaha,” canda coach Timo.

Selain perihal visi yang banyak menemui kesamaan dengan manajemen, hal lain yang menemui kesepakatan adalah soal mencetak para pemain muda berkualitas yang akan menjadi tulang punggung tim di masa mendatang. Seperti yang sudah diketahui, coach Timo memiliki banyak pengalaman di bidang tersebut. Ia sempat ditunjuk sebagai Youth Development Director PSSI.

“Rasanya seperti déjà vu. Keadaan di Persiba saat ini sama persis ketika saya ditunjuk untuk menangani Persema. Komposisi tim minim pemain bintang dan lebih banyak dihuni oleh pemain muda. Dan mepetnya persiapan menuju turnamen pra-kompetisi. Dulu waktu di Persema saya sudah harus menghadapi Piala Gubernur Jawa Timur. Sekarang baru dua minggu ditunjuk saya sudah harus mempersiapkan tim bertanding di Piala Presiden.

“Rencana saya kalo secara teknis sih, saya ingin membenahi permainan tim. Saya ingin mereka bermain sepak bola yang bisa dikatakan modern. Bertahan tidak hanya asal bertahan. Menyerang tidak asal memberikan bola secara langsung ke depan saja. Saya tidak ingin lagi ada istilahnya yang penting bertahan dengan baik, urusan menyerang tinggal berikan bola ke depan dan berharap bantuan dari Tuhan. Tuhan memang harus selalu jadi yang utama. Tapi masa untuk urusan gol saja kita mesti merepotkan Tuhan? Saya ingin anak asuh saya bisa menyerang lebih baik. Menyerang dengan operan kombinasi dan umpan-umpan pendek.”

Dan coach Timo memiliki banyak rencana untuk skuat muda Persiba.

“Tim ini masih sangat muda. Kebanyakan namanya belum terlalu tenar di sepak bola Indonesia. Berisi banyak pemain muda yang rata-rata lahir pada tahun 94, 95, 96 dan 97. Saya merasa mereka masih memiliki potensi yang belum dimaksimalkan dengan baik. Misalnya, Heri (Susanto) yang pada pertandingan melawan Persela lalu saya pasang sebagai penyerang tengah. Hasilnya memang tidak terlalu baik. Ia memang terlihat lebih nyaman dan efektif ketika bermain sebagai penyerang sayap.

“Saya juga ingin memperbaiki dan meningkatkan soal mental bertanding. Sudah menjadi rahasia umum kalau pemain muda sering merasa inferior ketika berhadapan dengan lawan yang lebih senior. Saya ingin mereka lebih fight dan percaya diri. Saya juga ingin menemukan pemain-pemain muda berbakat lain seperti ketika saya mendapatkan Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, dan Zamrun bersaudara,” tambahnya.

Terakhir, ketika ditanya soal para pemain mantan anak asuhnya, coach Timo tidak memiliki pendapat lain selain bangga atas capaian masing-masing. Apalagi ia tahu betul bagaimana mereka sebelum menjadi pemain bintang seperti sekarang.

“Sebagai pelatih tentunya saya bangga terhadap apa yang dicapai Irfan dan Kim dan yang lain. Sekarang mereka bisa established istilahnya. Bisa memperkuat klub yang bagus, mendapatkan ketenaran, dan juga gaji mereka lancar. Padahal sebelumnya mereka sempat dipertanyakan ketika saya pertama kali melatih mereka. Irfan dianggap buangan karena tidak diminati Persija dan Persib. Sementara Kim, bahkan sering dianggap terlalu kecil untuk bermain bola. Saya bangga kepada mereka dan saya harap anak asuh saya yang lain bisa mengikuti jejak mereka,” pungkas coach Timo mengakhiri obrolan siang itu.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia