Kolom Nasional

Kongres PSSI dan Perubahan yang Dinanti

Pada 12 Oktober 2016 kemarin, publik sepak bola Indonesia dikejutkan oleh keluarnya surat rekomendasi Kementerian Pemuda dan Olahraga perihal lokasi kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Foto surat yang ditandatangani oleh Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia itu pun menjadi viral.

Pro dan kontra di kalangan publik seketika menyeruak, apalagi beberapa waktu sebelumnya Kemenpora juga mengusulkan agar kongres PSSI diadakan di kota gudeg, Yogyakarta.

Pertanyaan pun beranak-pinak disetiap kepala pencinta sepak bola tanah air, pasalnya sejak jauh-jauh hari PSSI telah menyatakan bahwa kongres yang menurut jadwal bakal digelar pada 17 Oktober 2016 nanti akan mengambil tempat di Makassar, Sulawesi Selatan. Hal tersebut juga telah disetujui oleh Komite Eksekutif (Exco).

Jadi, sebenarnya kongres PSSI akan dihelat dimana?

Melalui rapat yang dilakukan pada Kamis (13/10) di Jakarta, pihak PSSI dan anggota Exco tetap bersikukuh jika kongres bakal diselenggarakan di Makassar. Dalih yang disampaikan PSSI adalah keengganan mereka untuk melanggar Statuta PSSI pasal 29 ayat 2.

Pada ayat tersebut, telah dinyatakan secara jelas bahwa pihak Exco memiliki wewenang untuk menentukan waktu dan tempat diselenggarakannya kongres. Lebih lanjut, pihak PSSI juga diwajibkan untuk menginformasikan kepada seluruh anggota PSSI tentang waktu dan tempat penyelenggaraan kongres selambat-lambatnya delapan pekan atau dua bulan sebelum kegiatan tersebut dihelat.

Namun terlepas dari segala keruwetan tersebut, sejujurnya publik sepak bola Indonesia telah menantikan kongres PSSI kali ini. Penyebabnya tak lain tak bukan adalah agenda berupa pemilihan Ketua Umum yang baru menggantikan La Nyalla Mattalitti. Beberapa nama muncul sebagai kandidat, yaitu Djohar Arifin Husein, Edy Rahmayadi, Kurniawan Dwi Yulianto, Moeldoko dan Tony Apriliani.

Salah satu diantara nama-nama di atas diharapkan bisa membawa perubahan nyata ke dalam tubuh PSSI yang selama ini lekat dengan citra negatif. Meski publik juga menyadari jika beberapa nama lawas dari kelima figur tersebut bisa jadi takkan memberi pengaruh positif apa-apa dan justru semakin melanggengkan aksi-aksi yang mendahulukan kepentingan kelompok, seperti yang terjadi di tubuh PSSI selama ini.

Selain pemilihan Ketua Umum yang baru, agenda lain PSSI pada kongres kali ini adalah mengembalikan status keanggotaan tujuh klub yang “dimatikan” karena dianggap membelot dengan mengikuti breakaway league. Kesebelasan-kesebelasan itu adalah Arema Indonesia, Lampung FC, Persebaya Surabaya 1927, Persema Malang, Persewangi Banyuwangi, Persibo Bojonegoro dan Persipasi Kota Bekasi.

Perwakilan dari klub-klub tersebut, baik pengurus maupun suporter, bahkan telah melancarkan aksi “menuntut hak” dengan mendatangi kantor Kemenpora di Jakarta supaya difasilitasi untuk mengikuti Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI pada 3 Agustus yang lalu walau pada akhirnya tetap tidak bisa mengikuti kongres.

Namun setidaknya ada secercah asa bagi ketujuh tim tersebut untuk bisa tampil lagi di kancah persepakbolaan Indonesia. Pasalnya, juru bicara Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, ketika itu menyatakan jika tujuh klub yang “bermasalah” itu bakal dipulihkan kembali status keanggotaannya. Hal ini juga diamini oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum PSSI, Hinca Panjaitan.

“Akan tetapi, proses tersebut tak serta merta bisa kami lakukan sekarang (pada KLB 3 Agustus 2016). Persoalan ini akan kami rapatkan di Exco untuk diagendakan pada kongres mendatang”, lanjut Hinca.

Di atas itu semua, kongres PSSI kali ini diharapkan bisa benar-benar membawa perubahan positif yang telah lama sekali dinantikan pencinta sepak bola tanah air.

Kasus kekerasan di dalam dan luar lapangan, tunggakan gaji pemain, klub yang megap-megap akibat krisis finansial karena pengelolaan yang buruk, anarkisme suporter, tim nasional yang nirprestasi dan segunung problem lain merupakan dosa-dosa yang mesti ditebus PSSI sebagai bentuk tanggungjawab kepada seluruh bangsa Indonesia.

Publik sudah letih karena setiap waktu hanya bisa berkhayal jika Indonesia memiliki kompetisi profesional yang sehat, tim nasional yang hebat dan federasi yang bersih. Maka sudah sepatutnya jika PSSI menggunakan momen kongres kali ini guna menuju era yang baru, sebuah era yang lebih baik dan kelak menjauhkan PSSI dari kesan negatif.

Bagaimana PSSI, bisa?